Sidangpraperadilan ketua DPR nonaktif itu mendengarkan saksi dari pihak termohon dalam hal ini KPK. Sementara putusan sidang praperadilan bakal dibacakan majelis hakim yang dipimpin hakim tunggal Kusno pada Kamis (14/12) besok. Hakim Kusno mengatakan, praperadilan terhadap Setya Novanto akan gugur jika sidang pokok perkara telah dimulai. TATAURUTAN PERSIDANGAN PERKARA PIDANA DI PENGADILAN NEGERI KUHAP praperadilan merupakan wewenang pengadilan negeri dan praperadilan tersebut dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera. Adapun kewenangan pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus perkara praperadilan dimaksud Tim Jaksa Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memenangkan persidangan praperadilan atas penyitaan barang bukti kasus dugaan korupsi PT. ASABRI. Praperadilan itu diajukan oleh Tim Advokat dari Kantor Law Offices Fajar Gora & Partners yang menggugat tidak sahnya penyitaan terhadap enam bidang tanah dan bangunan yang tertelak di Desa Vay Tiền Trả Góp 24 Tháng. Pantai Melasti, Badung, Bali/ILUSTRASI ANTARA DENPASAR - Pengadilan Negeri Denpasar menerima pendaftaran permohonan praperadilan terkait kasus dugaan reklamasi Pantai Melasti, Ungasan, Badung, Bali. Ada dua pemohon yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bicara Pengadilan Negeri Denpasar Gede Putra Astawa menyebutkan dua orang yang telah melakukan upaya praperadilan terhadap status tersangka adalah Bendesa/Kepala Desa Adat Ungasan I Wayan Disel Astawa 52 dan Gusti Made Kadiana 58.Dua pemohon praperadilan tersebut mendaftarkan perkara pada 6 Juni praperadilan oleh I Wayan Disel Astawa terdaftar dengan register 15/ Dps. Sementara Gusti Made Kadiana dengan nomor registrasi 16/ Dps."Sidang bagi Disel Astawa dipimpin oleh Hakim Tunggal Yogi Rachmawan. Sementara, Made Kadiana dipimpin Hakim Tunggal I Putu Agus Adi Antara. Jadwal sidang keduanya 20 Juni 2023," kata Astawa dilansir ANTARA, Jumat, 9 Juni. Astawa menjelaskan dalam laporan tersebut disebutkan keduanya sebagai pemohon. Sementara termohon adalah Kapolda Bali Irjen Pol. Putu Jayan Danu Putra cq Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Humas Polda Bali Kombes Stefanus Satake Bayu Setiantomengatakan pihaknya telah menerima informasi terkait adanya gugatan praperadilan tersebut. Satake pun menyatakan bahwa gugatan tersebut merupakan hak dari setiap orang untuk diperlakukan sama di depan menghadapi gugatan praperadilan tersebut, Polda Bali telah menyiapkan tim mengatakan praperadilan tersebut bertujuan agar hukum ditegakkan dan juga melindungi hak asasi tersangka."Praperadilan itu hak dari setiap orang yang bertujuan demi tegaknya hukum, kepastian hukum dan perlindungan hak asasi tersangka dan juga sebagai kontrol terhadap pihak kepolisian juga. Itu hal biasa dalam perkara pidana," kata Satake. BACA JUGA Satake pun menyatakan penetapan tersangka terhadap lima orang dalam kasus dugaan reklamasi Pantai Melasti di Ungasan, Kabupaten Badung, Bali sesuai dengan prosedur hukum yang sesuai dengan tahapan mulai penyelidikan hingga penyidikan hingga akhirnya menetapkan orang yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan reklamasi Pantai Melasti tersebut adalah GMK 58, MS 52 IWDA 52 sebagai Bendesa Adat Ungasan, KG 62, dan T 64. Menurut keterangan Satake Bayu dari kelima orang tersangka tersebut dua tersangka berperan sebagai pemberi izin dan tiga tersangka lainnya ikut membantu proses reklamasi ilegal tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Adapun pasal yang menjerat kelima tersangka adalah Pasal 75 jo pasal 16 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil jo UU No. 11 tahun 2020 tentang cipta kerja jo pasal 56 ke 1 e KUHP dengan ancaman tiga tahun penjara atau denda Rp500 Pasal 109 juncto Pasal 36 ayat 1 UU No. 32 tahun 2009 tentang pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup jo UU No. 11 tahun 2020 tentang cipta kerja dengan ancaman hukuman paling lama tiga tahun, denda paling sedikit Rp1 miliar paling banyak Rp3 Pasal 69 jo pasal 61 A UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang jo UU No. 11 tahun 2020 tentang cipta kerja dengan ancaman hukuman paling lama tiga tahun dan denda Rp500 keterangan Satake hingga kini, kelima tidak ditahan oleh Polda Bali karena ancaman hukumannya di bawah lima tahun pidana penjara. Salah satu masalah dasar yang sering menjadi perdebatan hangat adalah mengenai upaya paksa yang dilakukan oleh para pejabat penegak hukum, terutama Penyidik dan Penuntut Umum. Secara umum, upaya paksa yang dikenal dalam sistem peradilan pidana modern di dunia ini adalah upaya paksa di bidang penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan paksa yang dilakukan oleh para pejabat penegak hukum seharusnya berada di bawah pengawasan Pengadilan judicial scrutiny. Seharusnya tak ada satupun upaya paksa yang dapat lepas dari pengawasan Pengadilan sehingga upaya paksa tersebut tidak dilakukan secara sewenang-wenang yang berakibat dilanggarnya hak–hak dan kebebasan sipil dari kenyataannya, dalam proses penegakan hukum pidana seseorang sering ditangkap dan ditahan tanpa adanya surat perintah penangkapan dan/atau penahanan. Bahkan proses penangkapannya sering pula dilakukan tanpa mengindahkan hak-hak asasi manusia, atau melanggar pasal 18 ayat 1 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, terkait asas praduga tak bersalah, yang berbunyi”Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan suatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”.Berdasarkan pasal 4 UU yang sama, setiap orang memiliki ”hak untuk tidak disiksa” dalam penegakan hukum. Lebih lanjut, dalam pasal 9 ayat 2 UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pejabat yang melanggar ketentuan tersebut di atas bukan lagi dapat dipidana akan tetapi ”dipidana”.Sistem hukum acara pidana di Indonesia pada dasarnya telah mengakui mekanisme komplain/perlawanan terhadap tindakan upaya paksa dari aparat penegak hukum, khususnya terkait dengan penangkapan dan penahanan, yang terwujud melalui upaya yang dikenal praperadilan. Praperadilan sebagai sarana komplain/perlawanan terhadap perampasan kebebasan sipil seseorang, yang mungkin dilakukan secara sewenang-wenang oleh aparat penegak praperadilan, pasal 1 angka 10 KUHAP menyebutkan praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentangsah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke putusan Mahkamah Konstitusi MK mengenai uji materi atas KUHAP, MK menyatakan bahwa praperadilan merupakan suatau terobosan baru dalam sistem peradilan pidana Indonesia. MK menegaskan, pada dasarnya setiap tindakan upaya paksa, seperti penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan adalah perampasan HAM, sehingga dengan adanya praperadilan diharapkan pemeriksaan perkara pidana dapat berjalan sesuai dengan peraturan hukum yang dalam praktikPihak-pihak yang dapat mengajukan praperadilan adalah sebagai berikutPermintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya pasal 79 KUHAP.Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya pasal 80 KUHAP.Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebut alasannya pasal 81 KUHAP.Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera pasal 78 ayat 2 KUHAP.Acara pemeriksaan praperadilan dijelaskan dalam pasal 82 ayat 1 KUHAP yaitu sebagai berikutdalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang;dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan; permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dan tersangka atau pemohon maupun dan pejabat yang berwenang;pemeriksaan tersebut dilakukan cara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya;dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur;putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untu itu diajukan permintaan sah atau tidaknya Surat Penghentian Penyidikan Perkara atau SP3 merupakan salah satu lingkup wewenang praperadilan. Pihak penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengajukan permintaan pemeriksaan praperadilan tentang sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan. Permintaan tersebut diajukan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya pasal 1 angka 10 huruf b jo. pasal 78 KUHAP.Upaya Hukum PraperadilanBerdasarkan pasal 83 ayat 1 KUHAP, putusan praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 79, pasal 80, dan pasal 81 KUHAP tidak dapat dimintakan banding. Namun, dalam ayat berikutnya ditentukan pengecualian, yaitu dalam hal putusan praperadilan itu menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, untuk itu dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang pasal 45 A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung disebutkan, salah satu perkara yang tidak boleh diajukan kasasi adalah putusan praperadilan. Mahkamah Konstitusi melalui putusan No 65/PUU-IX/2011 menyatakan, aturan hak banding kepada penyidik/penuntut umum seperti yang diatur dalam pasal 83 ayat 2 KUHAP bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian, putusan praperadilan langsung berkekuatan hukum tetap. Pembatasan upaya hukum ini tidaklah dimaksudkan membatasi keinginan para pihak untuk memperoleh keadilan, tetapi semata-mata dimaksudkan untuk mewujudkan “acara cepat” untuk memperoleh kepastian hukum dalam waktu yang relatif masih menjadi pertanyaan, apakah terhadap putusan praperadilan yang berkekuatan hukum tetap itu bisa diajukan peninjauan kembali PK. Menurut aturan tentang PK, suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat diajukan PK. Perdebatan ini kelihatannya disikapi oleh MA dalam rapat pleno kamar 8-11 Maret 2012 yang menentukan bahwa “berdasarkan ketentuan pasal 45 A UU No. 5 Tahun 2004 bahwa terhadap perkara-perkara praperadilan tidak dapat diajukan kasasi apalagi peninjauan kembali”.Semoga bermanfaat,FREDRIK J. PINAKUNARY LAW OFFICES You may also like

sidang perkara praperadilan dipimpin oleh